Puasa


Sudah lepas umpan dari kailnya
Lepas rambut dari bulunya
Lambai rona hawa bijaksana
Turut ronta akar jiwa rimba

Tubuh di bumi tak ingin
Sebab tuan ingin kami tak mati
Meski jiwa menggelepar lapar
Kelak pun tak lagi tertolong suar

Marahnya yang sangar melindungi
Tapi rongga perut itu tak cukup mengisi
Putihnya air suci penuh kasih
Namun irama jerit anak kami tak pernah tersapih

Hanya butuh tongkat kayu dan batu agar kau bisa berladang
Meski tandus kini meradang
Melautlah ke tengah kolam susu
Walau kayanya kini penuh sampah perindustrian

Jerit ini muncul dari hentakan piring di kolong jembatan
Tangis ini lahir bersama tutup botol di persimpangan
Derita ini mereka bawa mati di sepanjang emper pertokoan
Perut kosong tetap setia temani hari ke depan
Puasa tak hanya berlapar
Coba atasi kelaparan
Dari mereka yang terlampau sering lapar

19 Agustus 2011
puisi ini ditulis pada tahun