Krik... Krik... Krik...


Krik... krik... krik...
Krik... krik... krik...
Krik... krik... krik...
Dan jangkrik-jangkrik itu berhenti menggesek sayapnya ketika kutanya 
"Oh, inikah malam? 
Inikah ketentraman yang menjadi rebutan nafsu-nasfu yang kita agung-agungkan? 
Inikah periode waktu di mana Tuhan memunguti doa-doa yang keluar dari telapak tangan kita? 
Sedang esok pagi kita lupa Tuhan itu siapa
Inikah gelap yang kita cari sesaat untuk melepaskan pakaian lalu terbang di peraduan? 
Padahal sebelum terpejam kita tak ingat mimpi apa kemarin malam
Inikah panggung kehidupan yang tiap menit kau petik dawai demi dawainya? 
Lalu kau biarkan pegat dan teruntai di ujung gitar"

Jangkrik menoleh pada belalang di sampingnya, lalu melanjutkan orkesnya sambil berkata 
"Aku hanya jangkrik, jangan pura-pura goblok lalu kau menganggap jangkrik lebih bijak dari manusia yang ngorok di sampingmu"
Krik... krik... krik...
Krik... krik... krik...
Krik... krik... krik...

Semarang, 2011
puisi ini ditulis pada tahun