Buruh Pemburu Buluh


Kawan,
Kuceritakan padamu kisah dari abad paling kesekian
Kisah buruh pemburu buluh tua dalam perjalanan
Dibelakanginya rumah
Dibelakanginya istri
Dibelakanginya anak-anak hari
Ada hati yang harus ia puaskan
Ada cinta yang harus ia perjuangkan
Ada mimpi yang harus ia nyatakan
Ada buluh, sejarak satu inci di depan matanya yang rentan

Kawan,
Ini kisah dari abad paling kesekian
Kisah buruh pemburu buluh tua dalam perjalanan
Teringat ia pada kerabat yang dulu pernah erat
Pemburu buluh jua, yang menyerah pada cerita
Diterbangkannya buluh-buluh dari negeri tirai bambu
Buluh-buluh imitasi
Buluh-buluh plastik
Buluh-buluh palsu
Sudah pasti bukan yang demikian itu dimau
Ia mencari buluh
Yang hidup
Yang kayu
Yang dijadikannya suling
Yang dijadikannya karinding
Yang dijadikannya calung
Yang dijadikannya angklung

Kawan,
Cerita tentang buruh pemburu buluh ini dari abad paling kesekian
Lama ia melangkah, menjamah
Makin renta ia, dan lelah
Terkenang ia akan suasana di kota 
Pada suling-suling alumunium yang tentu beda bunyinya
Pada karinding papan melamin yang tentu aneh getarannya
Pada calung fiber yang tentu kaku resonansinya
Pula pada angklung di permukaan uang koin yang tentu murah sekali 
nilainya
Marah ia, Kawan
Gebu ia, menderu nafasnya
Semakin cepat ayunan langkahnya
Buluh di depan matanya sejarak satu inci, dan semakin dekat saja

Tau kau, Kawan?
Pabila buruh pemburu buluh tiba pada titik paling kesekian
Jumpa ia pada rumpun buluh paling sejati
Pada ruas-ruas kayu paling murni
Pada tabung-tabung hidup paling alami
Dinikmatinya nada kala retakan-retakan dibuai bayu
Dihirupnya aroma segar pecahan dahan bambu
Diresapinya serbuk-serbuk gatal yang mendarat pada tubuh
Tersungkur ia di bumi
Disetarakannya kepala dan kaki
Berhamburan daun-daun bambu yang mati
Pecah kantung air matanya, pecah gejolak dadanya
Maka ditebasnya sebatang buluh dalam rumpun itu
Sekedarnya saja
Lalu ia pancangkan mengelilingi rumpunan itu
Selesai sudah perjalanan panjang buruh pemburu buluh
Pulang ia, Kawan
Pulang ia dengan harapan

Tau pula kau, Kawan?
Pada pancang-pancang yang mengelilingi rumpunan buluh itu
Buruh pemburu buluh diam-diam mengukir:
Di sini sedang hidup rumpun buluh terakhir

Semarang, 13-23 November 2016
puisi ini ditulis pada tahun