Dengarlah!
Betapa riuh itu kendang kehilangan tabuh?
Betapa gayeng itu bonang-bonang anteng?
Betapa bingar suara sampe tanpa senar?
Juga sasando, dengan iringan tembang-tembang usang
Juga syair-syair yang lantang
Kudengar 17.000 Pulau Kelapa berpuasa
Puasa bunyi, puasa nyanyi
Lihatlah!
Itukah penari saman tanpa kawan?
Pula gambang demikian gamang
Upacara-upacara jauh dari sakral
Apalagi patung-patung batu yang beku itu
Apalagi rumah-rumah panggung yang jabuk itu
Kulihat 17.000 Pulau Kelapa berpuasa
Puasa rupa, puasa dupa
Indonesia! Indonesia!
Aroma terasi dari dapur puan-puan tak tercium lagi
Dihalau oleh masamnya saus tomat dari barat
Perut-perut para pelajar lebur digerogoti pakan-pakan instan
Roti-roti gandum menggantikan alot-kenyal segulung papeda
Peracik kretek sibuk berjualan sigaret listrik dari Cina
Tuakmu yang tua kalah pamor dengan alkohol dalam kemasan
Dan masih kurasakan, 17.000 Pulau Kelapa berpuasa
Puasa rasa,
Puasa karsa
Dan mengapa?
Oh, terasakah senja yang mulai mengalir pada ronamu?
Oh, terasakah burung-burung camar kembali pada sarang yang tentram di ranting-ranting pohonmu?
Oh, terasakah angin darat mulai bergemuruh?
Mari siapkan kita punya cawan penuh kearifan
Tuntaskan dahaga ini
Pun dari segala kekosongan
Karena malam segera datang
Masa puasa harus dibatalkan
Semarang, 15 November 2015
* Juara 1 Lomba Puisi Umum Se Kota Semarang, Semarak Indonesia 2015