Pedihnya


Tibalah satu saat kita menikmati dinding-dinding sepi
Di balik hiruk-pikuk derita yang belum pernah terjadi
Di satu hari di mana janji dan sumpah mati
Di bawah duri-duri yang kita pijak sendiri

Di sebelah wajah pasi kuraih bayang tanganmu
Di belakang langkah ini kuratapi pedih asamu

Dan kini saat kita berlari di ruang ini
Berbicara, diam, dan berbisik menatap perih
Tinggallah catatan basi yang memudar putih
Di bawah kursi-kursi yang tanpa kita duduki

Teraba bayang-bayang yang berselimut kabut semu
Tersia air mata yang menetes di ujung pintu

Oh, tinggallah aku pada-Nya
Kuadukan mimpi kita
Biarlah Ia berbicara
Dan kita nikmati pedihnya

Semarang, Maret 2012
puisi ini ditulis pada tahun